Aksi Unras yang dikawal Polisi berlangsung damai, Jumat (9/5/25) terkait soal akte notaris 14 tahun 2022 yang dianggap massa aksi keberadaannya hanyalah sebuah akal-akalan saja.
Diketahui dari penyampaian orator, Akte tersebut diduga dimasukkan dalam berkas gugatan perdata oleh Sutanto alias Ahai Sutanto terhadap So Huan selaku tergugat, dalam perkara di PN Tanjung Balai nomor : 8/Pdt.G/2023/Pun.Tjb.
Keberadaan akte misterius, yang katanya berisi pernyataan dan pemberian kuasa dari penggugat Sutanto Alias Ahai Sutanto kepada So Huan selaku tergugat, namun dalam persidangan Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut, sama sekali tidak pernah membuka kejelasan dari akte nomor 14 tersebut, Bukan hanya akte, notarisnya yang disebut memiliki wilayah kerja di Kota Tanjungbalai itu pun tak pernah disebutkan.
Akibat ketidak jelasan akte yang tak pernah dikemukakan dalam persidangan itu dan akhirnya telah mengorbankan secara moril maupun materil, Sehingga pula dengan dalil yang absurd itu, akhirnya tergugat menjadi korban upaya hukum banding ditingkat Pengadilan Tinggi maupun tingkat kasasi di Mahkamah Agung.
Dalam kaitan soal akte nomor 14 dan agar peradilan benar-benar suci, transparan dan terbebas dari korupsi serta putusan hukum yang transaksional, massa aksi juga melibatkan DPP Teras Komunikasi Anak Muda (TER-KAM) Indonesia meminta dan mendesak agar PN Tanjungbalai segera menunjukkan akte nomor 14 tanggal 31 Januari 2022 yang dipandang cukup misterius itu.
“Kami mendesak agar PN Tanjungbalai menunjukkan siapa Notaris pembuat Akte tersebut, tunjukkan bukti-bukti kwitansi yang berhubungan pembelian lahan SHM 74 di Desa Asahan Mati”, jerit Orator Unras TER-KAM Indonesia.Massa Unras KBR diterima Anita Meylina S.Pane, SH Jubir PN yang juga Hakim di PN Tanjung Balai menerima massa. Saat setelah mendengarkan orasi dan tuntutan massa Unras, Anita mengatakan, bahwa pihak PN Tanjung Balai tidak bisa menunjukkan keberadaan akte nomor 14 tersebut, dan juga siapa notarisnya yang punya ruang lingkup Wilayah Kerja di Kota Tanjungbalai itu.
Untuk mengetahui hal – hal terkait kasus gugatan Ahai, Anita mengarahkan kepada para aktivis untuk membuka Sistem Penelusuran Perkara (SIPP) pada PN Tanjung Balai, guna mengetahui secara jelas persoalan yang ditanyakan massa KBR. Namun anehnya, saat ditanya siapa Majelis Hakim yang menyidangkan perkara tersebut, lagi-lagi Jubir PN Tanjung Balai, Anita Meylina yang sudah lima tahun bertugas di PN Tanjung Balai itu menolak untuk menjelaskannya. Namun Anita menyebutkan, saat perkara itu disidangkan, Yanti Suryani adalah Ketua PN Tanjung Balai.
“Saya tidak mengetahui siapa Hakim yang menyidangkan kasus itu, tapi saat itu Buk Yanti Ketua PN”, sebutnya.
Aksi massa Unras KBR berakhir tanpa adanya kejelasan soal keberadaan akte nomor 14 dari pihak Pengadilan Negeri Tanjung Balai, dan akibatnya massa Unras anggap jawaban Jubir PN tidak terbuka serta penuh dengan ketimpangan.(ILHAM GANI).
Posting Komentar