Carut-Marut Regulasi tentang Minuman Lokal “Moke"
Koreksi News
... menit baca
OLEH
BERNARD BERA DUAN, A.Md.Par., S.H.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Provinsi Nusa Tenggara Timur
Perlu diketahui dan dipahami bahwa kearifan lokal masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) telah ada sejak berdirinya Republik Indonesia. Adat istiadat dan kebudayaan masyarakat NTT telah lama mengembangkan ekonomi keluarga melalui racikan ramuan herbal yang diproses secara tradisional dari tuak menjadi moke.
Proses ini dilakukan tanpa dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, namun hasilnya telah menjadi dasar dan landasan dalam adat istiadat, terutama dalam berbagai acara adat mulai dari ikat cinta hingga peminangan (belis) anak gadis, yang dalam bahasa Lamaholot disebut tobo pain suku lamak tutu koda ine bine.
Moke merupakan simbol perjuangan hidup yang memadukan kreativitas dan tindakan yang didasari oleh budi luhur. Ia menjadi sarana penghubung dalam tutur adat antar dan inter-suku di Bumi Flobamora.
Oleh karena itu, Moke perlu menjadi bahan refleksi dan pertimbangan bagi para pejabat dalam merumuskan kebijakan terkait minuman lokal ini.
Poin-Poin Penting:
1. Moke bukan sekadar minuman beralkohol.
Moke memiliki nilai historis dan budaya yang tidak boleh dipandang sebelah mata. Dampak negatif yang muncul bukan berasal dari minumannya, tetapi dari perilaku oknum peminum yang tidak dapat membatasi diri.
2. Moke sebagai sarana pembangunan manusia dan ekonomi.
Banyak masyarakat NTT mampu menyekolahkan anak dan membangun rumah dengan hasil penjualan Moke.
3. Moke sebagai produk ekonomi kreatif.
Moke dapat dikategorikan sebagai salah satu item ekonomi kreatif yang saat ini sedang digalakkan pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat kecil.
4. Moke adalah produk lokal alami.
Moke merupakan minuman berbahan lokal yang diproduksi tanpa bahan kimia, berbeda dengan minuman beralkohol berlabel impor.
5. Moke sebagai ikon lokal.
Moke layak dijadikan ikon daerah yang dapat dipromosikan secara baik, benar, dan terkontrol agar memberi dampak positif terhadap peningkatan ekonomi lokal.
6. Kaitan Moke dengan kriminalitas.
Jika dikaji, tingkat kriminalitas di NTT tidak seluruhnya disebabkan oleh Moke. Sebagian besar pelaku kriminal justru dipengaruhi oleh minuman keras lainnya.
7. Moke sebagai bagian dari ekonomi kreatif sejajar dengan produk lokal lain.
Seperti jagung titi dari Lamaholot, kompiang dari Manggarai Raya, gula hela dari Sabu Raijua, gula aer dari Rote Ndao, kue cucur dari Solor-Alor, dan kenari, Moke juga merupakan produk kebanggaan lokal yang wajib dilindungi dan dikembangkan.
Pertanyaannya, mengapa pemerintah tidak menjadikannya keunggulan lokal sebagaimana kain tenun yang sudah mendunia?
Mengapa justru diberangus dan dikecilkan maknanya, padahal Moke adalah bagian dari kearifan lokal yang harus dijaga?
Yang seharusnya ditekan adalah perilaku buruk para peminum yang tidak bertanggung jawab, bukan produk lokalnya. Karena akibat ulah oknum inilah, nama baik produk seperti Moke (Flores), Sopi (Rote), dan Tua Nakaf (Kefa) menjadi tercoreng.
Sebagai plesetan penuh makna:
* Moke: Minuman Orang Kreatif yang Elegan
* Sopi: Sarapan Orang Pintar penuh Inspirasi
* TNI: Tindakan Nekat Orang Intelektual
8. Bijak dalam mengambil kebijakan.
Jika pemerintah berencana mengurangi atau menutup produksi minuman lokal, maka kebijakan tersebut harus berpijak pada kebijaksanaan hati, dengan mempertimbangkan kepentingan masyarakat lokal, ekonomi keluarga, dan keberlangsungan budaya, bukan hanya dampak negatif dari segelintir oknum.
Salam Waras untuk Kita Semua
Dalam konteks kearifan lokal dan kebijakan yang berkeadilan.
Sebelumnya
...
Berikutnya
...
